“Semoga nggak macet lagi deh jalan ke Bandung. Ya ampun, trauma gue, itu lama banget di jalan pas weekend kemarin. Kayaknya baru kali itu gue pengalaman kejebak macet sampe 10 jam lamanya.”
Apakah kamu pernah mengatakan hal-hal seperti itu?
Banyak orang yang melempar kata trauma dengan begitu enteng, seolah-olah bisa jadi kata ganti dari rasa takut.
Padahal, trauma lebih dalam dari sekadar rasa takut. Trauma merupakan pengalaman emosional yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari memori kejadian buruk di masa silam.
Perasaan ini muncul ketika sense of security atau perasaan aman saat melakukan sesuatu sudah hilang, membuat seseorang merasa nggak ada lagi yang bisa menolongnya di dunia ini.
Table of Contents
Kenapa seseorang bisa sampai mengalami trauma?
Penyebab trauma masa lalu bisa macam-macam.
Menurut American Psychological Association (APA), trauma adalah respons emosional terhadap peristiwa mengerikan dan kejadian negatif yang mengancam nyawa, fisik, dan emosi sehingga sulit dilupakan.
Seseorang yang mengalami trauma dapat merasakan serangkaian emosi yang menyebabkan mereka merasa kaget, nggak berdaya, atau merasa kesulitan untuk memproses pengalaman mereka.
Trauma juga dapat menyebabkan gejala fisik yang mengganggu aktivitas sehingga seseorang sulit menjalani kegiatan sehari-hari.
Jika tidak diatasi, trauma dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental dan mempengaruhi kesejahteraan lahir dan batin.
Perasaan ini akan membuat kamu berkutat dengan rasa sedih, ingatan buruk, dan kecemasan yang berlarut-larut.
Selain itu, memiliki suatu trauma juga bisa membuat kamu merasa kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, termasuk kerabat terdekat, sehingga mempengaruhi hubungan romantis.
3 Penyebab Trauma Masa Lalu
1. Satu jenis peristiwa
Meski hanya terjadi satu kali, suatu peristiwa sudah bisa membuat kita trauma terhadap satu hal.
Kejadian semacam ini biasanya disebabkan sakit fisik yang begitu membekas, bahkan dapat mengancam nyawa.
Contoh peristiwa yang bisa memicu trauma adalah kecelakaan serius, sakit atau cedera parah, kesalahan prosedur medis, maupun menyaksikan kekerasan sosial dan menjadi korbannya, terutama yang terjadi saat masih kecil, seperti tawuran, bentrok antarkomunitas, pemukulan massal, hingga pengeroyokan.
2. Stres berkepanjangan
Ada beberapa hal yang bisa memicu stres jangka panjang, seperti:
- Kejadian akibat tindak kekerasan dan pelecehan seksual.
- Kekerasan fisik — seringkali dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istri, atau sebaliknya. Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa benda tajam, hingga hukuman-hukuman fisik yang melampaui batas.
- Kekerasan emosional — ungkapan verbal yang melampaui batas, ejekan, hingga hinaan dalam bentuk sumpah-serapah. Anak-anak dapat mengalami trauma karena kekerasan emosional, dipicu oleh orang tua yang menuntut terlalu keras, bahkan melebihi kemampuan anaknya sehingga anak-anak menjadi tidak percaya diri dan takut salah, yang justru berakibat negatif pada perkembangan konsep diri mereka.
- Penelantaran — dapat berupa pengabaian hak-hak anak ketika dia membutuhkan bantuan, termasuk ketika sakit, membutuhkan uang, hingga sikap acuh pengasuh terhadap pendidikannya.
- Bullying dan kekerasan di sekolah — mencakup aktivitas perundungan, geng sekolah, konflik antar-rekan kelas, hingga kematian salah seorang teman.
- Pemindahan paksa — misalnya, seorang anak yang berpindah-pindah rumah karena tugas dinas ayahnya atau para pencari suaka karena konflik di negaranya. Pemindahan paksa semacam ini meninggalkan bekas emosional yang kuat, disebabkan belum adanya antisipasi yang cukup dan ketidaksiapan emosi atau finansial akibat situasi ini.
- Perang, terorisme, dan kekerasan politik — tinggal di area perang atau daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi menyebabkan trauma yang mendalam. Contoh dari konflik ini dapat berupa kejadian pengeboman, penembakan, penjarahan, dan kekerasan kelompok radikal di suatu masyarakat.
- Kematian orang terdekat — orang tua, pengasuh, saudara, hingga orang terdekat yang meninggal dapat meninggalkan bekas kesedihan mendalam bagi yang ditinggalkan. Kesedihan yang berlarut-larut ini dapat mengakibatkan trauma, erat kaitannya dengan problem emosional, terutama bagi mereka yang belum rela kehilangan orang terdekat tersebut.
- Didiagnosis penyakit parah.
3. Hal-hal yang tidak disadari
Kematian seseorang yang penting, putus cinta, dicampakkan oleh orang yang dicintai, atau menjalani operasi saat masih kecil, terutama tiga tahun pertama kehidupan, bisa memicu trauma psikologis. Hal-hal ini sering kali dianggap bisa dilewati setelah beberapa waktu. Namun bagi sebagian orang, urusan ini tidak semudah itu pada kenyataannya.
Seberapa parah seseorang bisa mengalami trauma?
1. Trauma akut
Ini merupakan hasil dari satu peristiwa stres atau berbahaya.
2. Trauma kronis
Ini hasil dari paparan berulang dan berkepanjangan untuk peristiwa yang sangat menegangkan. Contohnya termasuk kasus pelecehan anak, intimidasi, atau kekerasan dalam rumah tangga.
3. Trauma kompleks
Ini merupakan akibat dari paparan berbagai peristiwa traumatis.
4. Trauma Sekunder
Ini adalah bentuk lain dari trauma. Trauma perwakilan ini terjadi ketika seseorang mengembangkan gejala trauma akibat memiliki kontak dekat dengan seseorang yang telah mengalami peristiwa traumatis.
Tanda dan gejala kamu mengalami trauma psikologis
Tak hanya secara emosional, tanda dan gejala seseorang mengalami trauma bisa terasa secara fisik.
• Tanda dan gejala trauma secara emosional
- Denial atau nggak bisa menerima kenyataan
- Marah
- Sedih
- Emosi yang meluap-luap
- Merasa malu
- Menganggap dirinya bersalah akan apa yang terjadi
- Menarik diri dari pergaulan
- Rendah diri
- Putus asa
Biasanya, emosi yang membuncah ini akan dilampiaskan ke orang-orang di sekitarnya, seperti saudara dan teman-teman. Inilah alasannya, kesulitan yang timbul akibat trauma psikologis tidak hanya dirasakan oleh satu orang, tapi juga orang-orang di sekitarnya. Karena ketika mereka ingin membantu, kamu justru mendorong mereka keluar lebih jauh dari lingkaran permasalahan.
• Tanda dan gejala trauma secara fisik
- Pucat
- Lemas
- Tubuh terasa lelah
- Sulit konsenterasi
- Jantung berdegub kencang
- Nyeri dan sakit di badan tanpa sebab yang jelas
- Otot yang tegang
Gejala fisik yang timbul pada orang yang mengalami trauma nggak boleh diremehkan. Sebab, meski penyebabnya tidak jelas dan berhubungan dengan kondisi psikis, tapi mereka benar-benar merasa kesakitan dan butuh penanganan medis.
Trauma kembali muncul, apa sebabnya?
Nggak ada orang yang ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Sayangnya, keinginan ini sering kali berbeda dengan realita. Makin dilawan, ada saja saat-saat kamu terjebak di dalam kondisi yang itu-itu lagi, membuat kamu jadi teringat pada trauma masa lalu.
Misalnya, kamu mengalami kekerasan fisik dan psikis, yaitu pernah dimaki dan dipukuli orang tua waktu kecil. Karena belum bisa mengungkapkan perasaan dan membela diri, saat itu kamu hanya bisa diam, menangis, dan menyimpan rasa sakit seorang diri, yang pada akhirnya menyebabkan trauma di masa mendatang.
Ketika kamu dihadapkan pada kondisi serupa saat punya hubungan asmara, trauma pun kembali dihantui. Hanya saja, kali ini ada perbedaan respons. Karena tidak mau direndahkan lagi, akhirnya kamu membela diri, bahkan mungkin meresponsnya dengan kekerasan.
Ibarat magnet, bila akar pahitnya tidak dilepas, maka kejadian yang sama pun akan terulang lagi. Sekalipun dengan orang yang berbeda.
Cara untuk mengatasi trauma
Semakin kamu menghindar dan menyimpannya rapat-rapat, semakin parah dampak trauma yang dihasilkan.
Cobalah untuk mengakui kesakitan dan memaafkan diri sendiri untuk menumbuhkan kembali rasa percaya diri.
Untuk memulainya, kamu bisa melakukan teknik releasing atau journaling.
Kalau kamu belum siap untuk berbagi cerita dengan orang lain, Coach Lia memiliki program journaling Letting Go, yang bisa kamu simak di sini.
Kalau kamu sudah siap untuk menghilangkan trauma secara utuh, yuk, ikutan kelas “Ngarep Cinta” bareng Coach Anti dan Coach Lia untuk menyembuhkan luka batin dan menghilangkan penyebab trauma masa lalu.
Menghilangkan trauma itu butuh waktu dan butuh keberanian yang kuat untuk menghadapinya.
Yang penting diingat, yakinkan diri untuk melepas trauma. Kamu juga berhak bahagia dan memiliki hubungan yang harmonis, rukun, selaras, dan bahagia.
It’s time to heal your broken heart and attract true love.
Sekarang giliran kamu.
Apakah kamu pernah mengalami trauma yang mempengaruhi hubungan romantis kamu? Tuliskan di kolom komentar, ya.
Save this for later!
Apakah post in bermanfaat dan menginspirasi buat kamu? Simpan di board kamu di Pinterest. Dan bagikan di social media-mu. That way, you’ll always have this info on hand!
Leave a Reply